Belanja Pintar, Belanja Efektif

Sebuah sepatu dengan harga di atas 500 ribuan, ditambah tas warna marun yang bermerk luar menjadi bukti kegiatan belanja yang dilakukan Dina. Kegiatan rutin awal bulan yang hampir selalu dilakukan setelah sang suami mengirim sejumlah dana sebagai ‘biaya bulanan’ yang menjadi hak-nya.

“Kan tidak mengganggu uang belanja, kenapa harus merasa bersalah?” demikian pernyataan Dina ketika suatu kali membicarakan kebiasaannya tersebut bersama rekan kerjanya perihal kebiasaan ini.

Berbelanja memang bukan suatu kesalahan. Namun harus diingat kita berada di dunia ini pasti memiliki maksud yang lebih mulia dari sekedar belanja dan belanja. Memiliki penghasilan besar memang menjadi sarana mencapai kesejahteraan. Namun sejahtera sesungguhnya tidak diukur dari berapa besar penghasilan yang bisa dibelanjakan, tapi dari bagaimana pengelolaan dana yang benar dan kegunaan barang yang dibeli…

Barang Konsumtif

Membeli barang ketika berbelanja bukanlah hal yang salah, karena memang demikianlah hakekat berbelanja yaitu mendapatkan asset. Masalahnya hampir dipastikan terjadi saat kita berbelanja asset yang kita beli adalah asset yang sifatnya konsumtif, di mana asset tadi ketika dibeli menimbulkan biaya baru, dan asset tadi menurun nilainya. Jadi pembelian kita memang awalnya mengakibatkan kita mendapatkan asset, namun asset tadi dalam perjalannya justru menjadi pengurang kekayaan kita secara jangka panjang. Misalnya pembelian sepatu atau sepeda motor. Sepatu yang kita beli membuat kita harus mengeluarkan biaya tambahan semisal biaya perawatan (kalau sepatunya mahal ya…) dan nilai sepatu tadi langsung turun ketika kita sudah membelinya. Motor juga demikian. Membeli  motor awalnya adalah pembelian untuk mendapatkan asset. Tapi pembelian tadi juga membuat kita harus keluar dana untuk biaya BBm, parkir, perawatan dan lainnya. Dan sama seperti sepatu, nilai motor pun turun…

Nah ketika kita terlalu banyak asset yang konsumtif, maka bisa dipastikan kita tidak akan bertambah kaya dan sejahtera, namun menjadi lebih miskin dan tidak sejahtera.

 

Belanja Pintar dan Efektif

Jadi tidak boleh belanja? Tidak begitu juga sih, sesuai judul bagaimana kita berbelanja dan apa saja yang dibeli tidak akan menjatuhkan kita ke kemiskinan dan menjadi tidak sejahtera. Berbicara belanja pintar dan efektif artinya berbelanja dengan cara yang benar dan mendapatkan asset yang benar. Yaitu :

  1. Belanja kebutuhan

Berbelanja yang benar seharusnya memprioritaskan kebutuhan. Kebutuhan adalah sesuatu yang tidak bisa ditunda karena bila ditunda akan bermasalah, dan biasanya jumlahnya terbatas dan bersifat dasar. Seperti misalnya sepotong baju benar sekali adalah kebutuhan, namun bila baju tadi ‘harus’ merk tertentu dan Anda sebenarnya tidak membutuhkannya maka baju tadi menjadi bukan kebutuhan.

  1. Asset produktif atau membuat kita produktif

Ada 2 syarat yang sebaiknya kita tanamkan ketika kita akan berbelanja, yaitu asset tadi sebaiknya produktif yaitu tidak mengurangi kekayaan kita dan kalau bisa malah menambah, dan bila itu susah maka buat komitmen bahwa asset tadi bisa membuat kita produktif. Sepatu seperti cerita di atas adalah konsumtif, namun bila dengan sepatu tadi membuat kita semakin percaya diri dalam bergaul dan menghasilkan opportunity penghasilan, kenapa tidak…

  1. Pintar dengan diskon

Keberhasilan pembelanjaan adalah ketika kita bisa mendapatkan barang atau asset yang kita butuhkan dengan harga lebih murah dari nilai yang dimiliki barang atau asset tadi. Sehingga diskon memang adalah sarana untuk mencapainya. Namun adalah suatu kegagalan ketika diskon malah menimbulkan kecenderungan kita untuk selalu menghabiskan uang yang kita miliki. Karenanya, jangan pernah jadikan diskon sebagai alasan untuk kita berbelanja, tapi jadikan saat berbelanja untuk mencoba mendapatkan diskon. Maka jadwalkan waktu belanja Anda dan berusahalah mendapatkan pengurangan harga atau diskon..

Selamat berbelanja.

Comments are closed.